
UMK News - Hari Apoteker Sedunia atau World Pharmacist Day diperingati pada Kamis, 25 September 2025, oleh komunitas farmasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dengan mengusung tema “Farmasi Bersatu Dalam Aksi Menuju Dunia Yang Lebih Sehat”, peringatan ini menyoroti peran strategis apoteker dalam sistem kesehatan, terutama dalam memastikan akses obat yang aman, efektif, dan terjangkau bagi masyarakat.
Kegiatan berlangsung di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya, melalui seminar, bakti sosial, serta kampanye edukasi publik. Momentum ini digelar untuk memperkuat kesadaran tentang pentingnya profesi farmasi dalam menghadapi tantangan kesehatan global, mulai dari distribusi obat hingga literasi penggunaan obat yang benar.
Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) melaporkan bahwa lebih dari 250 kegiatan digelar serentak di seluruh provinsi dalam rangka Hari Apoteker Sedunia. Di Jakarta, kegiatan dipusatkan di Bundaran HI dengan aksi pharmacy walk dan pembagian brosur edukasi mengenai bahaya penggunaan antibiotik tanpa resep.
Ketua Umum IAI, apt. Kuncoro Wibowo, M.Sc., dalam sambutannya menyatakan, “Profesi farmasi bukan hanya soal meracik dan menyerahkan obat, tetapi juga menjaga agar masyarakat memahami cara penggunaan obat yang rasional. Apoteker hadir di garda depan pelayanan kesehatan.”
Rektor Universitas Muhammadiyah Kuningan, Dr. apt. Wawang Anwarudin, M.Sc., juga memberikan pernyataan dalam rangkaian acara akademik di kampusnya. Ia menekankan pentingnya kolaborasi dunia pendidikan dengan praktisi farmasi. “Hari Apoteker Sedunia menjadi momentum untuk menegaskan bahwa perguruan tinggi berperan besar dalam menyiapkan apoteker yang berkompeten, berintegritas, dan siap menjawab kebutuhan masyarakat di era modern,” ujarnya.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan Indonesia memiliki sekitar 110 ribu apoteker yang tersebar di rumah sakit, apotek komunitas, industri farmasi, dan lembaga riset. Meski jumlahnya terus meningkat, distribusi apoteker masih terkonsentrasi di kota besar, sehingga akses di daerah terpencil perlu mendapat perhatian.
Pakar kebijakan kesehatan dari Universitas Indonesia, dr. Ratna Dewi, M.P.H., menilai peringatan ini bisa menjadi momentum penting untuk mendorong pemerataan tenaga farmasi. “Jika peran apoteker lebih diperkuat, terutama di layanan primer, maka pengendalian penyakit kronis maupun penggunaan obat rasional bisa lebih terjaga,” ujarnya. Hal ini juga mendukung target pemerintah dalam menurunkan beban pembiayaan kesehatan yang sebagian besar disebabkan oleh penggunaan obat yang tidak tepat.
Hari Apoteker Sedunia 2025 menjadi pengingat bahwa farmasi adalah bagian vital dari ekosistem kesehatan. Dengan semangat “Farmasi Bersatu Dalam Aksi Menuju Dunia Yang Lebih Sehat”, komunitas farmasi di Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus hadir, berkontribusi, dan berinovasi demi tercapainya masyarakat yang lebih sehat. (tsa)