
UMK News - Menjadi mahasiswa bukan sekadar tentang datang ke kelas, mengerjakan tugas, dan menuntaskan skripsi. Dunia perkuliahan adalah ruang pembentukan diri—tempat di mana seseorang belajar mengenali potensi, menempa mental, dan memahami arti kehidupan yang sesungguhnya.
Banyak orang mengira kuliah hanya soal tumpukan teori dan jadwal ujian. Padahal, di balik rutinitas akademik, tersimpan kesempatan emas: berorganisasi, mengikuti lomba, berdiskusi lintas kampus, hingga merasakan pengalaman internasional lewat program pertukaran pelajar. Semua itu memperluas cara pandang dan membentuk karakter generasi muda yang tangguh dan terbuka terhadap perubahan.
Di era digital seperti sekarang, ilmu pengetahuan memang bisa diakses dari mana saja. Video pembelajaran, artikel ilmiah, bahkan kecerdasan buatan (AI) siap menjadi teman berpikir. Namun, ada hal yang tak tergantikan dari dunia kampus: interaksi manusia.
Suasana diskusi di kelas, bimbingan dari dosen, kerja sama dalam organisasi—semuanya membangun nilai kebersamaan dan proses berpikir kritis yang tidak bisa digantikan oleh mesin.
Belajar di kampus bukan hanya tentang memahami teori, tetapi juga memanusiakan manusia. Di situlah letak esensi pendidikan tinggi: membentuk pribadi yang cerdas sekaligus beretika.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, hanya 31,45% penduduk Indonesia yang melanjutkan pendidikan tinggi. Angka tertinggi ada di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 73,90%, sementara sebagian besar provinsi lainnya masih di bawah 50%.
Artinya, menjadi mahasiswa adalah sebuah hak istimewa—privilege yang tidak semua orang miliki.
Karena itu, rasa syukur seharusnya menjadi sikap dasar setiap mahasiswa. Bersyukur bukan hanya diucapkan, tetapi diwujudkan dengan tekun belajar, aktif berkarya, dan menjaga integritas. Gunakan akal pikiran sebagai bentuk syukur kepada Allah atas kesempatan luar biasa tersebut.
Tujuan utama kuliah bukan sekadar mendapatkan pekerjaan, tetapi menciptakan nilai—bagi diri sendiri dan masyarakat. Dunia kerja hari ini menuntut kreativitas, kemandirian, dan keberanian untuk mencipta.
Maka, mahasiswa perlu menyiapkan diri bukan hanya menjadi job seeker, tetapi juga job creator.
Sejarah menunjukkan bahwa pendidikan tinggi seharusnya melahirkan manusia yang merdeka dalam berpikir. Namun, kemerdekaan itu hanya bisa dicapai dengan kedisiplinan.
Semakin disiplin seseorang, semakin terampil ia mengelola hidupnya—dan pada akhirnya, semakin bebas dalam menentukan jalan masa depannya.
Menjadi mahasiswa adalah anugerah, sekaligus tanggung jawab. Tidak semua orang diberi kesempatan untuk duduk di bangku kuliah, berdiskusi dengan dosen, atau menulis makalah di tengah malam.
Karena itu, jadilah mahasiswa yang tidak hanya mengejar nilai, tetapi juga menanam makna. Belajarlah dengan kesungguhan, berorganisasi dengan niat membangun, dan berkarya dengan semangat memberi manfaat. “Kuliah bukan tujuan akhir, melainkan jalan menuju kedewasaan berpikir dan kemerdekaan sejati.” (tsa)
Oleh Ryan Fachryan Lesmana Putra, S.H., M.H
(Dosen Program Studi Hukum, Universitas Muhammadiyah Kuningan)